SALAHKAH?
“aku slalu berusaha tak menangisi
karenamu.
Karena setiap butir yang jatuh,
hanya makin mengingatkan,
Betapa aku tak bisa melepaskanmu.”
Kututup buku diary ku. Ku pandangi indahnya danau dipadu dengan nuansa
senja yang menemani sepiku. Bangku putih yang ku duduki saat ini masih setia
menunggu kenangan itu terulang. Semua kenangan manis dan pahit yang aku jalani
bersama mereka. . Kini, aku mengenangnya seorang diri. Sudah satu tahun setelah
melepas masa SMA, masalah itu masih teringat jelas. Bagaimana semuanya terjadi
di sini.. dan taman inilah yang menjadi saksi antara aku dan mereka, saksi
cerita cinta dan persahabatan.
Saat itu...
Flashback
___
___
“Za?” tanya Mira
“Oh
Mira, Pinjem buku IPA dong... Sini cepet” pintaku
“Ya
ampun. Baru juga sampe di kelas” dia memutar bola matanya, kesal.
Mira. Satu-satunya sahabat yang
tetap bertahan disampingku ketika yang lain meninggalkanku.
“Za?”
tanya Mira
“Hm”
“Za?”
tanya Mira lagi
“hm”
“Za?” tanya Mira berkali-kali
“Ya ampun, Miraaa... ada apa? Tidak lihat apa aku lagi
mengerjakan PR. Kalo aku belum selese tepat waktu, aku bisa dimarahi pak Dudi”
Kuperlihatkan tulisan yang baru beberapa kalimat dan kembali melanjutkan
pekerjaanku.
“Gimana...
gimana hubungan kalian?” tanya Mira was-was
Aku menghadap Mira “sama siapa?” tanyaku pura-pura.
“Sama... Jeha” “hubungan kalian sekarang tidak jelas” sambung
Mira
Apa yang harus aku katakan sekarang?
ku garuk-garuk kepala yang tidak gatal
“Ada
masalah yah? Mau cerita?” Tanya Mira
Mira sudah seperti kakakku sendiri. Dia tempat berbagi, dia
selalu membantuku jika aku sedang kesusahan. Dia, orang yang pertama kali yang
aku ceritakan semua berita baik maupun buruk.
“Aku
punya firasat kalo Rara dan Jeha sama-sama suka.”
“Hah??
Masa sih?? Jangan berprasangka buruk dulu deh” jawab Mira
Aku hanya menghela napas
Jam pelajaran dimulai. Aku, sudah tidak fokus memikirkan
pelajaran hari ini.
...
Bel istirahat berbunyi. Aku dan Mira pergi ke kantin. Duduk
di bangku paling pojok.
“Mir, tadi malem aku sama Rara ribut” ucapku memecah
keheningan.
“Kenapa?”
Lalu aku menceritakan dan memperlihatkan semua pesan dari ku
dan Rara.
“Gara-gara masalah ini, aku males berangkat.” ucapku lesu
Ketika aku akan menyuap bakso ke mulutku, Rani berjalan
melewatiku. Kok sikap Rani aneh ya? biasa
kan juga nyapa.
Tiba-tiba hpku bergetar membuyarkan lamunanku.
Tiba-tiba hpku bergetar membuyarkan lamunanku.
From : Jeha
Za, nanti sepulang
sekolah, temui aku di Taman Sekolah
|
To : Jeha
Ok
|
- - -
Bel pulang berbunyi. Aku langsung ke taman. Aku melihat Jeha sudah duduk di bangku dimana kami biasa bertemu. Perasaanku tidak enak. Aku sangat gugup.
“Jeha” sapaku
“Hay Za. Sini duduk.”
“Ada apa kamu mengajakku ke sini?”
“Langsung intinya saja. Maaf kita tidak bisa melanjutkan hubungan
ini.” ucap Jeha
Aku tersentak. Seperti
ada yang menusuk jantungku dengan pisau tajam. Sakit sekali rasanya. Kenapa dia
memutuskanku?
“Kenapa?” tanyaku
Tak ada jawaban.
“Baiklah, jika itu keputusanmu, aku terima. Maaf jika aku
tidak bisa membahagiakanmu. Mungkin kamu sudah menemukan penggantiku.”
Aku langsung berlari meninggalkan Jeha. Aku tidak sanggup
berkata apa-apa lagi. Hatiku hancur berkeping-keping. Teganya dia melakukan ini
padaku. Kenapa? Apa karena Rara?
Aku pulang ke rumah dengan mata sembab. Untung hari ini ibu
dan ayah tidak ada di rumah karna harus merawat nenek yang sedang sakit. Aku
langsung ke kamar. Ku telungkupkan wajah ke selimut. Aku menangis sesenggukan.
Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Kenapa
harus terjadi padaku??
...
Aku berangkat sekolah dengan wajah yang menyeramkan. Saat di
kelas, tampak Mira yang bingung dan
sangat khawatir melihat keadaanku, aku langsung mengatakan apa yang telah
terjadi sebelum dia bertanya tiada henti.
“Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan Jeha. Tolong
jangan berteriak. Nanti aku ceritakan semuanya. Tapi, tolong jangan
bilang ke siapapun.”
Mira langsung menutup rapat mulutnya dan mengangguk paham.
...
Bel istirahat berbunyi. Anak-anak berbondong-bondong keluar
untuk melihat pertandingan basket. Hari ini memang ada pertandingan basket
antara sekolahku,SMA bakti, dan SMA garuda. Mereka sangat antusias ingin
melihat Jeha, sang kapten basket yang jadi idola sekolah karna ketampanan dan
kecerdasannya. Aku lebih memilih diam di kelas.
Jeha, si kapten basket yang banyak penggemar itu... Aku tidak mau
melihat mukanya lagi.
“Za, ngga liat pertandingan basketnya?” tanya Mira.
“Males” jawabku enteng
“Ohya, tadi katanya mau cerita.”
Aku mengangguk. Aku menceritakan semua masalahku. Kuceritakan
semuanya, dari perubahan sikap Jeha, Rara yang jadi tempat curahanku marah-marah ngga jelas saat aku menceritakan
sikap Jeha yang aneh, saat aku diputusin Jeha, perubahan sikap Rani yang
tiba-tiba menjauh yang aku tidak tau kenapa alasannya. Semua aku ceritakan
masalahku ke Mira. Air mataku mulai mengalir.
“Sudahlah Za, coba deh kamu ngomong baik-baik sama mereka.
Katakan sejujurnya apa yang kamu rasakan” jawab Mira.
To : Rara
Aku pengen ngomong
sama kalian. Sekarang!
|
From : Rara
Ok. dimana?
|
To : Rara
Di taman sekolah.
|
- - -
Aku langsung ke taman sekolah, karena hari ini tidak ada
pelajaran. Dan ternyata mereka sudah menungguku. Aku langsung duduk disamping
mereka.
“Apa kabar Za?” tanya Vida
“Aku baik. Emm... udah lama kita ngga duduk bersama seperti
ini ya?”
“Ada apa Za ngajak kita kesini?” tanya Rara
“Kalian.. kenapa menjauh
dariku? Kalian pasti sudah tau, aku dan Jeha sudah tidak ada hubungan apa-apa.
Aku rasa dia suka sama kamu deh Ra.”
“Aku? Masa sih?” tanya Rara bingung
“Kamu juga suka kan?” tanyaku pada Rara
“Engga, engga kok..” jawab Rara agak gugup
“Jujur aja deh.”
“Kita emang sering curhat-curhatan
tapi aku ngga ada apa-apa sama dia. Aku ngga mau persahabatan kita hancur karna
seorang cowo,Za.”
“Jeha menyukaimu karna itu ia memutuskanku. Kamu punya banyak
peluang sekarang. Tenang saja.” ucapku tersenyum sinis
“Tidak usah memojokkan Rara deh, Za. Pikir dulu kamu
diputusin tuh kenapa. Jangan
menyalahkan Rara.” bela Rani
“Kok jadi aku? Kamu sahabatku juga bukan sih Ran?” tanyaku
menahan emosi
“Misalkan kamu perhatian ke dia, ngga deket-deket cowo lain,
pasti Jeha tidak akan memutuskanmu. Lebih baik introspeksi dulu.” Jawab Rani enteng.
“Oh. Ya ampun! Kalian pasti udah dikasih tau sama Jeha ya? sampe
kalian tau alasannya kenapa dia mutusin aku. Mungkin kalian yang jadi tempat
konsultasi. Sahabat macam apa ini hah! Kalian pikir aku yang salah gitu? Seenaknya
kalian menghakimi orang lain. Kalian tau kenapa aku lebih memilih bermain
dengan cowo-cowo? Tau kenapa?” ucapku dengan nada tinggi“jujur, lebih
mengasyikan main sama anak laki, daripada liat Rara dan Jeha yang asik ngobrol
sedangkan aku diabaikan. Aku sangat sangat tidak suka!!!!!” emosiku meluap
“Za.. tolong, jangan seperti ini. Maafkan aku. Aku sungguh
tidak menyukainya!” tegas Rara
“Ya, untuk saat ini kamu berkata bahwa kamu tidak
menyukainya, tapi dalam hatimu? Aku ragu untuk mempercayainya.”
“Cukup!” teriak Vida “adu mulut begitu tidak akan
menyelesaikan masalah” sambungnya.
“Aku pikir, kalian akan membelaku. Ternyata... pemikiranku
salah. Aku ngga nyangka kalian seperti ini. Terutama Rani. Aku salah menilai
kalian.” Ucapku sambil menunduk
Aku langsung lari meninggalkan mereka, kembali ke kelasku. Semuanya sudah terjawab.
Sesampainya kelas.
“Za? Kamu ngga papa?” tanya Mira khawatir
Aku menceritakan semua yang terjadi . Air
mataku mulai mengalir. Tangisku menjadi-jadi ketika suara merdu Irfan
menyanyikan lagu ‘semua tentang kita’
dari Peterpan yang pas dengan petikan
gitar yang ia mainkan.
.....
Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka saat kita tertawa
.....
“Sazaaa???!!”
teriak Mira membuyarkan lamunanku
“Aaahh Mira...” keluhku “dia membuatku kaget saja!”
gumamku
Dia berlari mendekatiku.
“Ternyata kamu disini. Aku cariin kamu kemana-mana ngga
ada. Ngapain sih di sini sendirian? Sore-sore lagi.” Omelnya
“Ah kau ini. Bilang saja kangen kan? Baru aku tinggal
sebentar juga.”
“Hah? Lebih dari satu jam tau aku cari-cari. Aku duduk
ya?”
Ku tertegun dan langsung mengangguk. Udah lama ternyata aku duduk disini
sendirian.
“Lagi pengen kesini aja. Udah lama aku
ngga ke taman ini Mir.”
Mira mengangguk paham dan langsung terdiam.
Dia sangat pengertian.
“Banyak kenangan yang aku alami sama
mereka di taman ini. Aku yang menjauh dari mereka waktu itu. Aku tidak tau apa
yang harus aku lakukan lagi. Aku terlalu sakit hati untuk memikirkan apa yang
telah mereka lakukan padaku.”
Aku menatap lurus ke arah danau yang
tenang, membuat suasana ini menjadi damai. Suasana yang slalu aku rindukan. Dan
air mataku mulai mengalir.
Beberapa saat kami larut dalam pikiran
masing-masing.
“Za?” tanya Mira memecah keheningan.
“Ya?”
“Kamu....
masih sayang sama Jeha?”
Aku
tersentak. Aku bingung. Aku sudah melupakannya. Tidak! Aku tidak benar-benar
melupakannya. Aku..tidak bisa melupakannya. Sampai saat ini, aku... masih
menyayanginya.
- TAMAT -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar